UTS BK KARIR (SUSANNA ULI ASINA L. TOBING, 1192451001)

 

TEORI TRAIT AND FACTOR TERHADAP KARIR SISWA

Susanna Uli Asina L. Tobing (1192451001)
BK REGULAR A 2019

PSIKOLOGI PENDIDIKAN & BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN - UNIVERSITAS NEGERI MEDAN



 

A. PENGANTAR

Secara bahasa trait dapat diartikan dengan sifat, karakteristik seorang individu. Sedangkan factor berarti tipe-tipe, syarat-syarat tertentu yang dimilki oleh sebuah pekerjaan atau suatu jabatan. Teori Trait and factor memberikan asumsi bahwa kecocokan antara trait dengan factor akan melahirkan kesuksesan dalam suatu karir yang dilalui oleh seseorang dan begitu sebaliknya kegagalan dalam mencocokkan Trait dengan factor akan menimbulkan kegagalan dalam sebuah pekerjaan.(Hadiarni Irman, 89-90: 2009), Teori Trait-Factor adalah pandangan yang mengatakan bahwa kepribadian seseorang dapat dilukiskan dengan mengidentifikasikan sejumlah ciri, sejauh tampak dari hasil testing psikologis yang mengukur masing-masing dimensi kepribadian itu. Konseling trait-factor berpegang pada pandangan yang sama dan menggunakan alat tes psikologis untuk menganalisis atau mendiagnosis seseorang mengenai ciri-ciri atau dimensi/aspek kepribadian tertentu yang diketahui mempunyai relevansi terhadap keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam memangku jabatan dan mengikuti suatu program studi Williamson (WS. Winkel, 1997: 338).

B. PEMBAHASAN

Dalam pendekatan trait dan faktor, individu tersebut telah mengerti pola dari perilaku seperti ketertarikan, tingkah laku, pencapaian, dan karakteristik kepribadian, yang dikenal melalui maksud yang objektif, seperti biasanya tes psikologi ataupun inventori, dan profil yang mewakili potensi dari si individu tadi. Pendekatan trait dan faktor ini beranggapan kesamaan pekerjaan, hal inilah merupakan terdiri dari faktor yang dibutuhkan dalam kesuksesan performa kerja yang bisa diprofilkan berdasarkan kepada banyak trait yang dibutuhkan individu tadi.

Rank Parsons (Thomason Timothy C, 1999) adalah seorang pendidik dan pembaharu sosial, membuka Biro Kejuruan di Boston pada tahun 1908 untuk “membantu orang-orang muda dalam memilih, mempersiapkan FOI, dan memasuki suatu pekerjaan. Dalam dua dekade berikut, konseling kejuruan didirikan sebagai Jabatan. Amerika muncul sebagai negara industri, dan ada kekhawatiran tentang bagaimana untuk menempatkan pekerja, terutama imigran, dalam pekerjaan. Selain itu, pendidikan publik dianggap terlalu abstrak dan kutu buku, sehingga program bimbingan kejuruan dimulai untuk membantu kaum muda membuat pilihan yang wajar karir. Parsons dan para pengikutnya ditujukan kebutuhan pemuda  luar sekolah, imigran, dan kebutuhan tenaga kerja produsen dan serikat buruh. Hal tersebut menunjukan awal mula perkembangan teori ini yang bertujuan untuk membantu untuk memilih dan mempersiapkan karir para individu tersebut.

Lebih lanjut Thomason Timothy C. menjelaskan (1999) bahwa parsons percaya, orang yang memilih sebuah panggilan, bukan hanya pekerjaan, akan menjadi pekerja bahagia dan lebih produktif. Pendekatan Parson disebut konseling “trait and factor atau yang berarti sifat-dan-faktor”; pendekatan umum ini juga disebut “pencocokan orang terhadap pekerjaan” dan “pencocokan terhadap-lingkungan.” Tujuannya adalah untuk mencocokkan individu (dengan set unik mereka sifat) untuk pekerjaan yang sesuai. Parsons menetapkan tujuan konseling karir sebagaimana berikut; Pertama, pemahaman yang jelas tentang diri Anda, bakat, kemampuan, kepentingan, sumber daya, keterbatasan dan kualitas lainnya. Kedua, pengetahuan tentang persyaratan dan kondisi sukses, keuntungan dan kerugian, kompensasi, peluang, dan prospek dalam baris yang berbeda dari pekerjaan. Ketiga, alasan yang benar pada hubungan dari kedua kelompok ini tentang fakta. Hal ini diharapkan siswa tau individu tersebut mampu memahami dirinya sendiri baik kelebihan dan kekurangannya dalam memilih dan memutuskan pilihan karirnya.

Parsons (Thomason Timothy C, 1999) mengusulkan prinsip-prinsip  mengenai pengembangan karir:

  1.  Lebih baik untuk memilih panggilan daripada sekedar “berburu pekerjaan.”
  2. Tidak ada yang harus memilih panggilan tanpa hati-hati menganalisis diri sendiri.
  3. Pemuda seharusnya memiliki survei besar bidang panggilan, dan tidak hanya drop ke posisi yang nyaman atau tidak disengaja.
  4.  Nasihat ahli harus lebih baik dan lebih aman daripada tidak adanya itu.
  5. Meletakkannya di atas kertas tampaknya menjadi masalah sederhana, tapi itu adalah salah satu yang sangat penting.

Kelima prinsip ini menjadi penting dalam penggunaan teori trait an factor  karena kelimanya memiliki hal yang saling berkaitan. Teori ini mengasumsikan bahwa orang-orang memiliki sifat-sifat yang relatif stabil dalam hal minat, kemampuan, dan kecerdasan, sehingga perhatian besar difokuskan pada pengukuran sifat-sifat dengan menggunakan tes, inventori, dan sampel pekerjaan. Tercantum dalam mode ekstrim, teori ini mengasumsikan bahwa ada satu pekerjaan yang ideal untuk setiap orang. Sebuah pilihan karir bijaksana akan menjadi salah satu di mana ciri-ciri individu tidak cocok dengan ciri-ciri pekerjaan. Ada jutaan orang dan setidaknya 20.000 pekerjaan, sehingga tugas konseling karir adalah untuk menilai orang tersebut, menilai pasar kerja “dan menemukan pasangan yang sesuai.

Lawca bill (2010) menegaskan bahwa teori ini menawarkan signifikansi latar depan untuk secara khusus mengidentifikasi fitur diri, seperti kemampuan atau orientasi pribadi. Mereka menyarankan model yang cocok untuk pendidikan dan bimbingan karir, dengan asumsi kegunaan membuat hubungan antara orang-orang tertentu dan pekerjaan yang sesuai, misalnya melalui wawancara terstruktur dan bimbingan dengan bantuan komputer.

C. Proses Konseling Trait and Factor

Ada 6 (enam) tahap yang harus dilalui dalam konseling pendekatan trait and factor , yaitu :

  1. Analisis Mengumpulkan data tentang diri siswa, dapat dilakukan dengan wawancara, catatan anekdot, catatan harian, otobiografi dan tes psikologi.
  2. Sintesis Merangkum, menggolongkan, dan menghubungkan data yang dipeoleh sehingga memperoleh gambaran tentang kelemahan dan kelebihan siswa.
  3. Diagnosis Menarik kesimpulan logis atas dasar gambaran pribadi siswa yang diperoleh dari hasil analisis dan sintesis. Dalam tahap ini terdapat tiga kegiatan yang dilakukan, yaitu 
    • Identiffikasi masalah Berdasar pada data yang diperoleh, dapat merumuskan dan menarik kesimpulan permasalahan klien.
    •  Etiologi (Merumuskan sumber-sumber penyebab masalah internal dan eksternal). Dilakukan dengan cara mencari hubungan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan.
    • Prognosis (tahap ke-4 dalam konseling). Prognosis Upaya untuk memprediksi kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan data yang ada. 
       4. Konseling (Treatment)
    • Pengembangan alternatif masalah Proses pemecahan masalah dengan menggunakan beberapa strategi.
    • Pengujian alternatif pemecahan masalah Dilakukan untuk menentukan alternatif mana yang akan diimplementasikan, sehingga perlu diuji kelebihan dan kelemahan, keuntungan dan kerugian, serta faktor pendukung dan penghambat.
    • Pengambilan keputusan Keputusan diambil berdasarkan syarat, kegunaaan, dan fleksibilitas yang dipilih klien. 
        5. Follow Up
    •  Hal-hal yang perlu direncanakan dari alternatif pemecahan masalah yang dipilih.
    • Tindak lanjut dari alternatif yang telah dilaksanakan di lapangan.

D. Kelebihan Dan Kelemahan Konseling Trait And Factor

Adapun kelebihan yang diberikan teori ini adalah:

  1.  Teori ciri dan sifat menerapkan pendekatan ilmiah pada konseling.
  2. Penekanan pada penggunaan data tes objektif, membawa kepada upaya perbaikan dalam pengembangan tes dan penggunanya, serta perbaikan dalam pengumpulan data lingkungan.
  3. Penekanan yang diberikan pada diagnose mengandung makna sebagai suatu perhatian terhadap masalah dan sumbernya mengarahkan kepada upaya pengkreasian teknik-teknik untuk mengatasinya.
  4. Penekanan pada aspek kognitif merupakan upaya menyeimbangkan pandangan lain yang lebih menekankan afektif atau emosional.
Adapun kelemahan konseling trait and factor, sebagai berikut:

  1. Kurang diindahkan adanya pengaruh dari perasaan, keinginan, dambaan aneka nilai budaya (cultural values), nilai-nalai kehudupan (personal values), dan cita-cita hidup, terhadap perkembangan jabatan anak dan remaja (vocational development) serta pilihan program/bidang studi dan bidang pekerjaan (vocational choice).
  2. Kurang diperhatikan peran keluarga dekat, yang ikut mempengaruhi rangkaian pilihan anak dengan cara mengungkapkan harapan, dambaan dan memberikan pertimbangan untung-rugi sambil menunjuk pada tradisi keluarga; tuntutan mengingat ekonomi keluarga; serta keterbatasan yang konkrit dalam kemampuan finansial, dan sebagainya.
  3. Kurang diperhitungkannya perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat, yang ikut memperluas atau membatasi jumlah pilihan yang tersedia bagi seseorang.
  4. Kurang disadari bahwa konstelasi kualifikasi yang dituntut untuk mencapai sukses di suatu bidang pekerjaan atau program studi dapat berubah selama tahun-tahun yang akan datang.
  5. Pola ciri-ciri kepribadian tertentu pasti sangat membatasi jumlah kesempatan yang terbuka bagi seseorang, karena orang dari berbagai pola ciri kepribadian dapat mencapai sukses di bidang pekerjaan yang sama.

E. PERMASALAHAN DAN SOLUSI TERKAIT TEORI TRAIT AND FACTOR

 


Permasalahan Gender dalam keputusan pemilihan karir

Kata gender berasal dari bahasa Inggris, yang dalam kamus tidak dibedakan secara jelas antara gender dan sex. Namun pada dasarnya, gender dan seks memiliki perbedaan yang signifikan. Echols dan Shadily (1983: 265) menyebutkan bahwa gender berarti jenis kelamin. Menurut Women’s Studies Encyclopedia, gender adalah suatu konsep kultural, yang berupaya membuat perbedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara pria dan wanita yang berkembang dalam masyarakat.

Gender adalah perbedaan yang akan terlihat antara pria dan wanita ditinjau dari nilai dan tingkah laku. Gender digunakan untuk membedakan pria dan wanita secara sosial. Gender ada untuk menilai dan membedakan manusia bukan dari segi fisik, melainkan peran dan fungsinya dalam masyarakat sosial. Selain itu, gender juga bersifat relatif dan kontekstual.

Pekerjaan adalah suatu pelayanan atau jasa yang dilakukan oleh seseorang dengan jangka waktu tertentu dengan mendapatkan upah atau bayaran dari hasil pelayanan atau jasa yang dilakukannya, dalam konteks kebudayaan masyarakat di indonesia, suatu bidang pekerjaan dibedakan dalam konteks perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan, adalah suatu hal yang sedikit aneh dan tabu apabila suatu bidang pekerjaan yang seharusnya dipegang laki-laki, kemudian dipegang oleh perempuan, begitupun sebaliknya, hal ini nampaknya tidak boleh dilanggar karena telah terpatri kuat di dalam benak masyarakat.

Sekolah adalah tempat menuntut ilmu bagi para peserta didik sekaligus tempat untuk mengembangkan diri dan mengasah keterampilan dan skill untuk nantinya kemudian akan mendapat ijazah dan digunakan sebagai syarat melamar pekerjaan, siswa maupun siswi tentunya telah menentukan jenjang pekerjaan atau karir yang akan ia tekuni ketika ia telah lulus dari sekolah, namun terdapat batasan-batasan dan asumsi serta anggapan yang salah terkait bidang pekerjaan yang akan ditekuni nanti dengan perbedaan gender dalam pekerjaan sebagai masalah utamanya.

Peserta didik dalam konteks pemilihan keputusan karir yang akan diambil, sejatinya bebas menentukan jenjang karir yang akan dia ambil ketika telah lulus dari sekolah, namun persepsi yang salah tentang perbedaan gender dalam dunia kerja dapat menghambat hal tersebut, diantaranya adalah dapat menimbulkan diskriminasi yang dialami baik oleh siswa laki-laki maupun perempuan.

Diantara asumsi yang salah dalam perbedaan gender di bidang pekerjaan adalah siswa laki-laki ketika lulus harus menekuni bidang pekerjaan yang mencirikan maskulinitas, misalnya pekerjaan yang bersifat outdoor seperti pekerjaan lapangan dengan spesifikasi bidang pekerjaan Arsitek, Insinyur teknik sipil, otomotif, permesinan, elektronika, polisi, tentara ataupun bidang pekerjaan yang bersifat sosial atau dibidang politik seperti gubernur, walikota, anggota DPR/DPRD, bupati dan masih banyak lagi, semua bidang pekerjaan tersebut harus disandang oleh laki-laki karena perspektif gender dalam masyarakat memang mengharuskan demikian.

Begitupun sebaliknya yang dialami oleh siswi perempuan, ketika lulus sekolah, pilihan karir yang akan mereka tekuni harus mencirikan feminitas atau yang bersifat kewanitaan, seperti bidang pekerjaan yang bersifat indoor dengan spesifikasi pekerjaan di bidang perbankan, akunting, kecantikan, guru, sekretaris, kuliner atau tata boga dan masih banyak lagi.

Dalam jenjang karir yang akan dipilih siswa kelak, terdapat permasalahan gender dimana siswi perempuan mendapat perlakuan tidak adil atau diskriminasi dalam bidang pekerjaan yang tidak sesuai dengan gendernya, seperti kekerasan, pelecehan dan masih banyak lagi dimana siswa laki-laki yang memilih pekerjaan yang tidak sesuai dengan gendernya tidak akan terlalu banyak mengalami diskriminasi seperti yang dialami oleh siswi perempuan, semua hal ini disebabkan karena adanya persepsi yang salah mengenai perspektif gender dalam pemilihan karir yang berujung atau berakibat pada ketidaknyamanan baik oleh siswa laki-laki maupun perempuan.

Penelitian global yang diadakan oleh Accenture (2010) melalui survei online terhadap 3400 eksekutif bisnis di 29 negara (rata-rata 100 responden per negara), menunjukkan lebih dari setengah responden (55 persen perempuan dan 57 persen laki-laki) merasa puas dengan karier mereka. Namun, 63 persen perempuan (dibandingkan dengan 55 persen laki-laki) mengaku jalur karier mereka tak bisa melaju cepat.

Perempuan masih terkendala sejumlah masalah dalam mengembangkan kariernya. Sebanyak 47 persen perempuan (dibandingkan 44 persen laki-laki) mengaku tak mendapatkan kompensasi sepadan. Lalu 36 persen perempuan tidak mendapatkan kesempatan untuk tumbuh dalam kariernya. Meski begitu, kaum hawa meyakini karier mereka akan menanjak pada 2011 dengan meningkatkan pengetahuan dalam mencapai sasaran karier mereka.

Pasalnya, selain dorongan dari dalam diri perempuan yang masih lemah, kondisi di perusahaan tempat perempuan bekerja juga masih diskriminatif. Artinya, diperlukan upaya bersama baik dari individu perempuan maupun perusahaan untuk menunjang karier perempuan.

Penelitian Accenture menunjukkan hambatan terbesar pekerja perempuan di Indonesia lebih kepada minimnya kesempatan dalam mengembangkan karier, baik pelatihan maupun kepastian jenjang karier. Isu personal justru bukan menjadi hambatan utama bagi perempuan di Indonesia. Kesempatan mengaktualisasi diri dan mengembangkan karier juga terbuka jika adanya perlindungan bagi tenaga kerja khususnya wanita.

Moore dan Sinclair (1995) mengidentifikasikan ada dua segregasi jenis kelamin pada angkatan kerja, yaitu segregasi vertikal dan segregasi horizontal. Segregasi vertikal mengacu pada terkonsentrasinya pekerja wanita pada jenjang yang rendah pada suatu organisasi atau pekerjaan, seperti pengasuh anak, pramusaji, tenaga kebersihan, guru taman kanak-kanak, dan lain-lain. Segregasi vertikal ini seolah menggambarkan adanya tangga-tangga yang membedakan tingkat pekerjaan wanita dan pria.

Sedangkan segregasi horizontal menggambarkan pada kenyataan bahwa pekerjaan wanita berbeda dengan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh kaum pria. Segregasi horizontal memberi kesan seakan jenis pekerjaan tertentu relatif tertutup bagi kaum wanita.


F. PEMECAHAN / SOLUSI PERMASALAHAN

Konseling Trait and factor dapat diterangkan bahwa pendekatan konseling ini menekankan mengenai pemahaman individu melalui testing psikologis dan penerapan pemahaman itu dalam memecahkan berbagai macam problem yang dihadapi, terutama yang menyangkut pilihan program studi/atau bidang pekerjaan. Pelopor pengembangan corak konseling ini yang paling terkenal ialah E.G.Williamson, corak konseling ini juga dikenal dengan directive counseling atau Counseling-Centered Counseling, karena konselor secara sadar mengadakan strukturalisasi dalam proses konseling dan berusaha mempengaruhi arah perkembangan konseli demi kebaikan konseling sendiri. Corak konseling ini menilai tinggi kemampuan manusia untuk berpikir rasional dan memandang masalah konseli sebagai problem yang harus dipecahkan dengan menggunakan kemampuan itu (problem-solving approach). Dalam segi teoritis dan dalam segi pendekatannya,corak konseling ini bersumber pada gerakan bimbingan jabatan, sebagaimana dikembangkan di Amerika Serikat sejak awal abad yang ke-20.

Trait and factor merupakan satu dari keseluruhan orientasi dalam proses psikologi vokasional untuk menggambarkan dan menjelaskan pembuatan keputusan karir berdasarkan kesesuaian individu dengan pekerjaan. Teori ini merupakan suatu ciri yang khas bagi seseorang dalam berpikir, berperasaan, dan berperilaku, seperti inteligensi (berpikir), iba hati (berperasaan), dan agresif (berperilaku).

Dalam bukunya yang berjudul Vocation Counseling (1965) Williamson menguraikan sejarah perkembangan bimbingan jabatan dan proses lahirnya konseling jabatan yang berpegang pada teori Trait-Factor.Pada akhir abad yang ke-19 Frank Parsons mulai mencari suatu cara untuk membantu orang-orang muda dalam memlih suatu bidang pekerjaan yang sesuai dengan potensi mereka, sehingga dapat cukup berhasil di bidang pekerjaan itu.

Dalam bukunya Choosing a Vocation (1909), Frank Parsons menunjukkan tiga langkah yang harus diikuti dalam memiliih suatu pekerjaan yang sesuai, yaitu: pertama tentang pemahaman diri yang jelas mengenai kemampuan otak, bakat, minat, berbagai kelebihan dan kelemahan,serta ciri-ciri yang lain. Kedua, pengetahuan tentang keseluruhan persyaratan yang harus dipenuhi supaya dapat mencapai sukses dalam berbagai bidang pekerjaan, serta tentang balas jasa dan kesempatan untuk maju dalam semua bidang pekerjaan itu. Ketiga, berpikir secara rasional mengenai hubungan antara kedua kelompok diatas. Jadi langkah pertama menggunakan analisis diri adalah langkah kedua memanfaatkan informasi jabatan (vocational information) langkah yang ketiga menerapkan kemampuan untuk berpikir rasional guna menemukan kecocokan antara ciri-ciri kepribadian, yang mempunyai relevansi terhadap kesuksesan atau kegagalan suatu pekerjaan atau jabatan, dengan tuntutan klasifikasi dan kesempatan yang terkandung dalam suatu pekerjaan atau jabatan.

Dengan demikian, generasi muda bukannya mencari pekerjaan asal demi punya pekerjaan (the hunt of a vocation). Namun prosedur yang digunakan oleh Frank Parsons untuk menemukan fakta dalam rangka langkah kerja yang pertama dan yang kedua ternyata tidak seluruhnya dapat dipertanggungjawabkan dari segi analisis psikologi dan sosial secara ilmiah.

Setelah mengetahui pengertian, teori-teori, tahap-tahap dan bagaimana peran konselor di dalam trait and factor. Dalam hal ini konselor sebaiknya mengarahkan konseling pada pemahaman konseli mengenai dirinya atau self concept, untuk memudahkan pengintegrasian dengan pekerjaan atau karir tertentu.pada saat konseling berlangsung, konselor diharapkan mampu menggambarkan pilihan karir yang diharapkan oleh konseli. Pada saat konseli mengungkapkan perasaan mengenai suatu pekerjaan, konselor harus dapat mengungkapkan alas an dibalik munculnya perasaan tersebut. Pilihan karir sifatnya kontemporer yang dapat berubah bila konseli menemukan pendapat baru mengenai pekerjaan yang dirasakan sesuai dengan bakat, prestasi, minat, nilai, dan kepribadiannya.

 


 

REFRENSI :

Sayekti P. 1993. Berbagai Pendekatan Dalam Konseling. Yogyakarta: Menara Mas Offset

Slamet Riyadi. 2010. Model-model Konseling. Semarang: Universitas Negeri Semarang

Winkel. 1997. Bimbingan dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Jakarta: Grasindo

https://khoerulanwarbk.wordpress.com/2017/01/25/trait-and-factor/

Ani. 2017. Jurnal Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pekalongan. Perempuan dan Karir (Telaah Teori Trait And Factor dalam Pengembangan Karir dan Pengambilan Keputusan). Vol. 9, No.2, Website : http://e-journal.iainpekalongan.ac.id/index.php/Muwazah

https://ronaldody.wordpress.com/2016/09/19/perbedaan-gender-dalam-keputusan-pemilihan-karir-dan-konseling-trait-and-factor-sebagai-solusi-pemecahan-masalahnya/

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

UTS BK KARIR M. ICHSAN RINALDI